TAFSIR
AHKAM
NIKAH BEDA AGAMA
Pernikahan
merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk Nya.
Nikah adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi
makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.[1]
Nikah menurutbahasa berarti “himpunan” (adh-dham) “kumpulan” (al-jam’u),
atau “hubungan intim” (al-wath’u). Sedangkan nikah secara syar’i
adalah akad yang membolehkan atau menghalalkan hubungan intim dengan
menggunakan kata ‘menikahkan’, ‘mengawinkan’, atau terjemah keduanya.
Menurut UU No
1 Tahun 1974 Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa: “perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian, pernikahan adalah suatu akad yang
keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau tazwij dan
merupakan ucapan seremonial yang sacral.[2]
Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang
berarti sifat pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang
sudah dewasa dan sehat jasmani rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang
berlainan jenis, teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat
dicintai dan mencintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak
bekerja sama untuk meujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup
berumah tangga. Rasulullah SAW bersabda:
يَا مَعْشَرَ ا
لشَبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةْ فَلْ يَتَزَوَّجْ فَأِنَّهُ أَغَضَّ
لِلْبَصَرِ وَ أَحْصَنُ لِلْفزج وَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ
فَأِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (رواه البخري و مسلم[3]
Artinya: “Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu
telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukan mata dan
memelihara farji (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah
berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (HR. Bukhori Muslim).[4]
PEMBAHASAN
Firman Allah
swt dalam surah al-baqarah ayat 221 yang mengatakan:
Artinya: “Dan janganlah
kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman (masuk islam).
Sesungguhnya wanita budak mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang orang musyrik (dengan
wanita wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin
ebih baik dari orang musyrik walaupun ia menarik hatimu. Karena mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan isinnya. Allah
menerangkan ayat ayat-nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Adapun tafsir
dari ayat ini adalah
Dan adapun ayat ayat yang lain dalam surah Al
maidah ayat 5 yang mengatakan:
Artinya:...(dan
dihalalkan mengawini) wanita wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita
wanita yang beriman dan wanita wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita
wanita yang diberi kitab (ahlul kitab) sebelum kamu,bila kamu telah membayar
maskawin mereka dengan maksud menikahinya,tidak dengan maksud berzina dan tidak
pula menjadikannya gundik-gindik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak
menerimah hukum islam) maka hapuslah amal amalnya dan ia di hari akhirat
termasuk yang orang orang yang merugi.
Dalam surah
al-mumtahanan ayat 10 mengatakan:
Artinya: maka
jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar benar beriman maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada suami suami mereka orang orang kafir. Mereka wanita
mukmin tiada halal bagi orang orang kafir itu dan orang orang kafir itu tiada
halal bagi mereka.
Nikah beda
agama atau nikah campuran terdapat perbedaan pendapat, diantaranya:
Dalam salah satu fatwa Ulama tentang nikah beda agama
atau nikah campuran mengatakan: Majelis Ulama Indonesia dalam musyawara nasional
II anggal 11-17 Rajab 1400 H. Betepatan dengan 26 mei- 01 juni 1980.
Menfatwakan:[5]
1. Perkawinan wanita muslimah dengan laki laki non muslim
adalah haram hukumnya.
2. Seorang laki laki muslim diharamkan mengawini wanita
bukan muslim. Tentang perkawinan antara laki laki muslim dengan wanita ahlu
kitab terdapat perbedaan pendapat. Setelah mempertimbagkan bahwa mafsadatnya
lebih besar daripada maslahatnya, Majlis Ulama Indonasia menfatwakan perkawinan
tersebut hukumnya haram.
Adapun pendapat lain mengatkan bahwa Allah SWT merperbolehkan
seorang mulim mengawini ahli kitab, yaitu perempuan yahudi dan nasrani dengan
tetap memeluk agama mereka masing masing,[6]
dengan dasar firman Allah SWT dalam surah al-maidah ayat 5 seperti yang
disebutkan tadi.
Kebanyakan ulama mutaqaddimin dan ulama ulama ahli hadis
menghalalkan perkawinan semacam ini, mereka beralasan bahwa ayat diatas
membantah pendapat yang melarang kawin dengan perempuan ahli kitab. Kebanyakan
Ulama menganggapnya makruh tanzih, bukan makruh tahrim, maksudnya bahwa seorang
muslim sebaiknya kawin dengan perempuan muslimah. Sebab apabilah kawin dengan
perempuan ahli kitab, tidak dengan perempuan muslimah, berarti berlawanan
dengan yang lebih utama, tetapi perbuatannya itu tidak berdosa(tidak haram).
Para ulama berselisih pendapat mengenai perempuan majusi
dan budha, sebagian di antaranya mengharamkan, karena perempuan majusi dam
budha dianggap perempuan musyrik, mereka beralasan dengan firman Allah : Dan
janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman (masuk
islam). Sesungguhnya wanita budak mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun ia menarik hatimu.(al-maidah :5).
Sebagian Ulama memperbolehkan, karena orang majusi dan
budha dianggap sebagai ahli kitab. Dalam sebuah hadis dikatakan:
Yang artinya: Berlakulah terhadap mereka seperti terhadap
ahli kitab[7].
Pendapat diatas menurut para ahli fiqhi, sedang dari segi
kemasyarakatan, bahwa sanya islam memperbolehkan seorang laki laki muslim kawin
dengan perempuan ahli kitab dengan tujuan tersebarnya agama islam,tetapi islam
tetap membiarkan orang ahli kitab tetap berpengang kepada agama mereka. Tapi
sebaiknya kawin saja dengan perempuan muslimah, meskipun perempuan itu bodoh,
yang di khawatirkan adalah bila orang islam kawin dengan perempuan ahli kitab,
bisa saja perempuan itu mempengaruhi agama suaminya kemudian berpindah kepada
agama istrinya.
Sebelum melangkah lebih jauh, kita telah membicarakan
hukum mengenai halalnya perempuan ahli kitab seperti yang ditetapkan Allah SWT
dalam al qur’an. Lalu bagaimana sebaliknya tentang halal haramnya perempuan
muslimah bagi laki laki ahli kitab.dalam al qur’an hanya menyebutkan tentang
halalnya perempuan ahli kitab bagi laki laki muslim tapi alqur’an tidak
menyebutkan halalnya perempuan muslimah bagi laki laki ahli kitab. Para Ulama
mengharamkan hal ini dengan dasar:
1. Firman Allah SWT An-nisa :141
Yang artinya : dan Allah sekali-kali tidak
akan memberi jalan kepada orang orang kafir untuk memusnahkan orang orang yang
beriman.
2. Ijmak kaum muslimin dimasa Rasulullah saw. Dan di ikuti
oleh para Tabi’in dan Tabi’ tabi’in. Sampai sekarang orang tetap mengharamkan
pernikahan perempuan muslim dengan laki laki ahli kitab.
[1]
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat
1 (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 9.
[2]
Tihami dan Sohari sahrani, Fiqih Munakahat:
Kajian Fiqih Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 8.
[5] Himpunan fatwa majlis ulama indonesia (MUI)
[6] H.S.A Al Hamdani,Risalah Nikah(hukum perkawinan islam) Pustaka Amani Jakarta.
[7] Riwayat Asy-Syafi’i, fiqhus sunnah,II:104
Post a Comment for "Nikah Beda Agama"