Al-Qur’an diturunkan
dengan bahasa Arab. Karena itu, untuk memahami hukum-hukum yang terkandung dalam
al-Qur’an diperlukan pemahaman dalam kebahasaan. Para ulama’ yang ahli
dalam bidang ushul fiqh, telah mengadakan penelitian secara sesama terhadap
nash-nash al-Qur’an, lalu hasil penelitian itu diterapkan dalam kaidah-kaidah
yang menjadi pegangan umat Islam guna memahami kandungan al-Qur’an dengan
benar.
Adapun ilmu yang
mempelajari tentang muhkam dan mutasyabih adalah Ilmu muhkam wal Mutasyabih.
Ilmu ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan pendapat ulama tentang adanya
hubungan ayat atau surat yang lain. Sementara yang lain mengatakan bahwa
didalam Al-Qur’an ada ayat atau surat yang tidak berhubungan. Oleh karenanya,
suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat Al-Qur’sn cukup penting
kedududkannya. Sementara itu muhkam dan mutasyabih adalah
Sebuah kajian yang sering menimbulkan kontroversial dalam sejarah penafsiran
Al-Qur’an, karena perbedaan ’interpretasi’ antara ulama mengenai hakikat muhkam
dan mutasyabih.
A.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Muhkam dan Mutasyabih?
2. Bagaimana perbedaan pendapat para ulama terhadap ayat-ayat
Muhkam wal Mutasyabih?
3. Apa saja macam-macam ayat muhkan dan mutasyabih?
4. Apa saja hikmah adanya ayat-ayat Al-Muhkam wal Mutasyabih?
C. Tujuan
Makalah
1.
Mengetahui
pengertian Muhkam dan Mutasyabih.
2.
Mengetahui
perbedaan pendapat para ulama terhadap ayat-ayat Muhkam wal Mutasyabih.
3.
Mengetahui macam-macam
ayat muhkan dan mutasyabih.
4.
Mengetahui hikmah
adanya ayat-ayat Al-Muhkam wal Mutasyabih.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Muhkam dan
Mutasyabih
Muhkam berasal dari kata Ihkam, yang berati
kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan secara
terminologi, Muhkam berarti ayat-ayat yang jelas maknanya, dan
tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain. Mutasyabih berasal
dari kata tasyabuh, yang secara bahasa berarti keserupaan dan
kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Sedangkan
secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum
jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, maknanya yang
tersembunyi dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang
mengetahuinya.[1])
Menurut Ibnu
Abbas, Muhkam adalah ayat yang penakwilannya hanya
mengandung satu makna. Sedangkan Mutasyabihat adalah ayat yang
mengandung pengertian bermacam-macam.. Menurut Imam as Suyuthi muhkam adalah
suatu yang jelas artinya, sedangkan mutasyabih adalah
sebaliknya. Sedangkan menurut Manna’ Al Qaththan, Muhkam adalah
ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan
lain. Sedangkan Mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan
penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.
Dengan demikian muhkam adalah
ayat yang terang makna serta lafaznya dan cepat di pahami. Sedangkan Mutasyabih,
ialah ayat-ayat yang bersifat global yang memerlukan ta’wil dan yang sukar
dipahami.[2])
Banyaknya perbedaan
pendapat mengenai muhkan dan mutasyabih, menyulitkan untuk membuat sebuah
kriteria ayat yang termasuk muhkan dan mutasyabih.
J.M.S Baljon mengutip
pendapat Zamakhsari yang berpendapat barwa yang termasuk kriteria ayat-ayat
muhkam adalah apabia ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat (kenyataan).
Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah yang menuntut penelitian.
Ar-Raghib al-Ashfihani
memberikan kriteria ayat-ayat muhkam dan mutasyabih sebagai berikut :
a.
Muhkam
1.
Yakni ayat-ayat yang
membatalkan ayat-ayat yang lain
2.
Ayat-ayat yang
menghalalkan atau membatalkan ayat-ayat lain.
3.
Ayat-ayat yang
mengandung kewajiban yang harus diimani dan diamalkan.
b.
Mutasyabih
1.
Yakni ayat-ayat yang
tidak diketahui hakikat maknanya seperti tibanya hari kiamat.
2.
Ayat-ayat yang dapat
diketahui maknanya dengan sarana bantu baik dengan hadits atau ayat muhkam.
3. Ayat yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya, sebagaimana diisyaratkan dalam doa Rosululloh untuk ibnu Abbas “Ya Alloh, karuniailah ia ilmu yang mendalam mengenai agama dan limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya,” [3])
B.
Perbedaan Pendapat
Para Ulama Terhadap Muhkam Dan Mutasyabih
Dalam al-Qur’an sering
kita temui ayat-ayat mutasyabihat yang penjelasannya memerlukan penjelasan dari
ayat-ayat yang lain. Mengenai hal tersebut, para ulama memiliki pendapat yang
berbeda-beda. Antara lain :
1.
Ulama golongan
Hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang jelas
petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasikh kan. Sedang lafadz mutasyabih adalah
lafadz yang sama maksud petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran
manusia. Sebab lafadz mutasyabih itu termasuk hal-hal yang
diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti hal-hal yang ghaib.
2.
Mayoritas ulama
golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas mengatakan,
lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa dita’wil kecuali
satu arah. Sedangkan lafadz mutasyabih adalah artinya dapat
dita’wilkan dalam beberapa segi, karena masih sama.[4])
3.
Madzhab salaf,
yaitu para ulama dari generasi sahabat. Mereka berusaha untuk mengimaninya dan
menyerahkan makna serta pengertiannya hanya kepada Allah SWT. Bagi kaum salaf,
ayat – ayat mutasyabihat tidak perlu dita'wilkan.
Sebab yang mengetahui hakikatnya hanyalah Allah SWT, mereka hanya berusaha
mengimaninya.
4.
Madzhab khalaf, seperti
Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa ayat – ayat mutasyabihat harus
ditetapkan maknanya dengan pengertian yang sesuai dan sedekat mungkin dengan
dzat-Nya. Mereka menta'wil lafdz istiwa' (besemayam) dengan
maha berkuasa menciptakan sesuatu tanpa susah payah. Kalimat ja'a
rabbuka (kedatangan Allah) dalam Qs. Al-Fajr: 22, dita'wilkan dengan
kedatangan perintah-Nya. [5])
Sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih
ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Allah membedakan antara ayat – ayat
yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan
ayat yang Mutasyabih.
Imam Ar-Raghib Al-
Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan
bahwa sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai
berikut:
1.
Kesamaran dari aspek
lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, yaitu sebagai berikut:
a)
Kesamaran dari aspek
lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib (asing), atau yang
musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
b)
Kesamaran lafal
murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas. Contoh tasyabuh
(kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas, terdapat di dalam surah
An-Nisa ayat 3:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا
مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
Artinya: “Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat…”
Ayat di atas sulit diterjemahkan. Karena takut tidak dapat
berlaku adil terhadap anak yatim, lalu mengapa disuruh menikahi wanita yang
baik-baik, dua, tiga atau empat. Kesukaran itu terjadi karena susunan kalimat
ayat tersebut terlalu singkat.
2.
Kesamaran dari aspek
maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-sifat hari kiamat,
surga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak terjangkau oleh
pikiran manusia.
3.
Kesamaran dari aspek
lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek, sebagai berikut:
a.
Aspek kuantitas (al-kammiyyah),
seperti masalah umum atau khusus. Contohnya, ayat 5 surah At-Taubah:
فا قتلوا المشر كين حيث
وجد تموهم (التو بة:
Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun
kalian temukan mereka itu”.
Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh masih samar.
b.
Aspek cara (al-kaifiyyah),
seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban agama atau kesunahannya.
Contohnya, ayat 14 surah Thoha:
واقم الصلوة لذ كر ى (طه:)
Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (Allah)”.
Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara
salat agar dapat mengingatkan kepada Allah SWT.
c.
Aspek waktu, seperti
batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan. Contohnya, dalam ayat 102
surat Ali Imran:
يايها الذين امنوا اتقوا الله حق تقاته (ال
عمران:)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya”.
Dalam ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas taqwa yang
benar-benar itu.
d.
Aspek tempat, seperti
tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam ayat 189 surah Al-Baqarah:
وليس البر بآن تآتوا البيو ت من ظهور ها
(البقة:)
Atinya: “ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah,
juga samar”.
Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga samar.[6])
C.
Macam-Macam Ayat
Muhkam Dan Mutasyabih
Menurut Abdul Jalal,
macam-macam ayat Mutasyabihat ada tiga macam:
1. Ayat-ayat
Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali
Allah SWT. Contoh:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ
“Dan pada sisi
Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia
sendiri” (QS. al-An’am :
59)
2. Ayat-ayat
yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan
dan pengkajian yang mendalam. Seperti pencirian mujmal, menentukan mutasyarak,
mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib.
3. Ayat-ayat
Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan
oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan yang
hanya diketahui Allah SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu
pengetahuan.[7])
D.
Hikmah Adanya
Ayat-ayat Muhkan Dan Mutasyabih
Al-Quran adalah rahmat
bagi seluruh alam, yang didalamnya terdapat berbagai mukzijat dan keajaiban
serta berbagai misteri yang harus dipecahkan oleh umat di dunia ini. Alloh
tidak akan mungkin memberikan sesuatu kepada kita tanpa ada sebabnya. Dibawah
ini ada beberapa hikmah tentang adanya ayat-ayat muhkan dan mutasyabih,
diantaranya adalah :
1.
Muhkam
a)
Jika seluruh ayat
Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian
keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.
b)
Menjadi rahmat
bagi manusia, khususnya yang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Sebab arti dan
maknanya sudah cukup terang dan jelas.
c)
Memudahkan
manusia mengetahui arti , maksud dan menghayatinya.
d)
Mendorong umat
untuk giat memahami, menghayati dan mengamalkan isi al-Qur'an sebab ayatnya
mudah dimengerti dan dipahami.
e)
Menghilangkan
kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isinya.
f)
Mempercepat
usaha tahfidzul Qur'an.[8])
2. Mutasyabih
a)
Apabila seluruh ayat
Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai
penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar keimanannya yakin bahwa
Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti
hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.
b)
Menjadi motivasi untuk
terus menerus menggali berbagai kandungan Al-Quran sehingga kita akan terhindar
dari taklid, membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.
c)
Ayat-ayat Mutasyabihat mengharuskan
upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala
bagi orang yang mengkajinya.
d)
Jika Al-Quran
mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya diperlukan cara
penafsiran antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan berbagai ilmu
seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ushul fiqh dan sebagainya.[9])
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhkam merupakan ayat
yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain.
Sedangkan Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan
mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan
memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya
Sebab adanya ayat Mutasyabih ialah karena
Allah SWT menjadikan demikian. Imam Ar-Raghib Al-
Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan
bahwa sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai
berikut:Kesamaran dari aspek lafal saja, kesamaran dari aspek maknanya,
kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.
Manfaat adanya ayat
muhkan dan mutasyabih diantaranya jika seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari
ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal
karena pengertian ayat yang jelas, Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat,
niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia
B. Saran
. Demikian makalah ini. Penulis
menyadari di dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan baik
pada segi penulisan maupunminimnya buku
referensi. Untuk itu, Penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan
makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Aamin.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Rosihon. 2012. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
Ash-Shiddieqy, Hasbi.
1993. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta:Bulan Bintang.
Hermawan, Acep. 2011. Ulumul
Quran. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Jamil, Syaih Muhammad.
1995. Bagaimana Memahami Al-Quran. Jakarta: Pustaka Al
Kautsar.
Jalal, Abdul.
2008. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.
Marzuki,
Kamaluddin. 1992. Ulumul Qur’an. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mansyur, Kahar.
1992. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an. Jakarta: Rineka cipta.
Wahid,Ramli Abdul.
1996. Ulumul ur’an. Jakarta: Raja Granfindo Persada
Shihab, Quraish.
1992. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Post a Comment for "MUHKAM DAN MUTASYABIH"